Jumat, 14 Desember 2012

PENGARUH PERLAKUAN SAGRAI TERHADAP MUTU FISIK SENSORIS DAN FUNGSIONAL KAYU MANIS

Oktober 2012
PENGARUH PERLAKUAN SAGRAI TERHADAP MUTU FISIK SENSORIS DAN FUNGSIONAL KAYU MANIS

Putri Ajeng D[12], Riris Tri Purnawati[24], Nur Karimah R[38], Nia Ariani Putri[50], Siska Kristiyani[62], Dandy Pradita Dwi[76], Eko Dhuhur Prakoso[88].
Mahasisiwa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember
Abstrak
The Cinnomomum sp. is well-known in indonesia as cooking spices and it can be used for food product, drink, and et cetera. The way of treating it (pra process) are roasting, blanching, and we can make it fresh. Roasting is one of the processes which is dependent with time and temperature that the compounds will be changing because of the decreasing of dry
basis. The purpose of roasting is creating the darkish brown colour on cinnamon and ruining the cells of substances in order to get the extract of cinnamon. Roasting can change the colour and form the flavour of cinnamon. The laboratory work of Hail shows that the best colour is gotten on roasting whereas the best RAMA and smell is on fresh cinnamon. Cinnamon is also presumed as having anti-microbe substance because it is containing atsiri oil, flavanoid, and tannin which is working to hamper the sitoplasma membrane. Cinnamon with roasting is sensitive for hampering the growth of Salmonella typhimurium.


PENDAHULUAN
Kayu manis (Cinnamomum sp.) merupakan salah satu tanaman multi fungsi yang dapat digunakan dalam industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika atau aromatika dan rokok keretek. Selain itu juga digunakan sebagai pengawet tanah dan air. Beberapa produk yang dihasilkan dari tanaman kayu manis adalah : kulit utuh (stik), kayu manis, minyak atsiri, buds, oleoresin dan bahan untuk pestisida botani. Produk tersebut berasal dari bagian batang, dahan, ranting, pucuk, daun dan akar tanaman (Hembing, 2003).
Kayu manis tergolong dalam kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta, super divisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, sub kelas Magnoliidae, ordo Laurales, famili Lauraceae, genus Cinnamomum dan spesies Cinnamomum burmannii. Kayu manis adalah pahon yang termasuk ke dalam jenis rempah - rempah yang beraroma manis,dan pedas, orang biasanya menggunakan di dalam makanan yang beraroma manis, anggur panas (Robinson, 1995).
Tanaman kayu manis tumbuh menahun, berbentuk semak perdu. Menurut susunan morfologinya tanaman kayu manis terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Batang tanaman kayu manis tegak dan berkayu. Tanaman kayu manis mempunyai daun majemuk genap, berukuran kecil, berbentuk bulat seperti daun kelor, dan tersusun dalam tangkai daun anak daun luar berbentuk bulat, ujung lancip. Tanaman kayu manis setiap tahun berbunga. Bunga tanaman berukuran kecil, berwarna merah gelap sampai kekuning -  kuningan dengan bintik - bintik merah gelap. Serta mempunyai kelopak bunga yang keras dan berwarna putih kemerah - merahan. Buah kayu manis berbentuk bulat, berukuran kecil seperti kancing, berwarna putih, dan di dalamnya terdapat tiga butir biji (Hembing, 2003).
Kayu manis berfungsi dan dapat digunakan untuk produksi makanan dan minuman, pemurnian darah, sirkulasi darah, nyeri, dapat mengobati diabetes, infeksi, mencegah penyakit jantung, mencegah kanker, pengharum mulut dan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan parfum. Kayu manis juga dapat dimanfaatkan untuk bahan memasak, dan menghilangkan nyamuk dari aromanya (Duke, 2005). Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh sangrai terhadap mutu fisik-sensoris dan fungsional kayu manis.

METODOLOGI PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kayu manis, air, laturan NaCl 0, 85%, bakteri Bacillus subtilis, bakteri Salmonella Thypimurium.
Sedangkan alat - alat yang digunakan adalah neraca Ohauss, pisau, gunting, panci, kompor, teflon, spatula, bunsen, petridish, labu takar, mikro pipet, tip, tabung reaksi + tutup, gelas kecil, sendok
Preparasi Sediaan Bahan
Komoditi kayu manis yang digunakan pada praktikum ini disiapkan sebanyak 100 gram, kemudian dicuci bersih. Kayu manis yang telah dicuci bersih tersebut diiris dengan ketebalan kurang lebih 2 mm dalam bentuk lingkaran berdiameter 1 cm sebanyak sepuluh buah. Enam diantaranya digunakan untuk mengetahui sifat fungsional kayu manis sebagai antimikroba. Kemudian sisa kayu manis yang tidak dibentuk lingkaran dipotong kecil - kecil untuk digunakan dalam uji sensoris kayu manis.
Uji  Mutu Sensoris Kayu Manis
Kayu manis yang telah dipotong kecil-kecil ditimbang sebanyak 50 gram untuk disangrai. Proses penyangraian tersebut dilakukan selama 5 menit. Setelah dilakukan proses penyangraian, kayu manis ditempatkan pada panci yang kemudian ditambah 100 mL air mendidih yang selanjutnya direbus  selama 5 menit. Kayu manis yang telah direbus, kemudian dipisahkan dengan filtratnya. Apabila telah terpisah dengan filtratnya, maka uji sensoris pada kayu manis siap dilakukan. Uji sensoris kayu manis meliputi warna, aroma dan rasa.

Uji Mutu Fungsional Kayu Manis sebagai Antimikroba
Untuk praktikum pengujian mutu fungsional kayu manis sebagai antimikroba, langkah awal yang dilakukan yaitu menyiapkan larutan antimikroba kemudian diambil 1 mL pada kultur kerja diencerkan pada 9 mL dengan kadar 0,85% larutan NaCl sehingga konsentrasi menjadi 10-1, dan diambil 1 mL dari larutan yang berkonsentrasi 10-1 lalu di encerkan pada 9 mL 0,85% larutan NaCl sehingga konsentrasi menjadi 10-2. Fungsi pengenceran disini yaitu untuk meminimalkan jumlah mikroba yang akan digunakan, dan menghemat biaya. Dari larutan berkonsentrasi 10-2 diambil satu mL lagi untuk ditempatkan pada cawan petri yang berisi Natrium Agar untuk dibiakkan, karena NA mengandung ekstra agar yang sangat cocok untuk memenuhi nurisi pertumbuhan mikroba, dan digoyang zig-zag agar merata sehinga larutan antimikroba yang telah diencerkan tadi terhomogen pada media yang berisi Natrium Agar tersebut sebelum dipadatkan, karena pada kondisi padat NA tidak dapat lagi bercampur dengan larutan yang berisi biakan mikroba yang akan ditumbuhkan. Seraan yang ada dalam cawan petri dipastikan terdapat 3 buah irisan kayu manis yang telah disangrai tadi dengan posisi terpisah, dimana 1 cawan petri masing-masing diberi bakteri yang berbeda yaitu bakteri Bacillus subtilis dan bakteri Salmonella Thypimurium selanjutnya dilakukan proses inkubasi 370C selama 24 jam. Setelah diinkubasi maka kayu manis dibagian pinggirnya terdapat seperti genangan cairan bening, untuk itu amati bagian zona bening tersebut lalu ukur diameternya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Praproses pada Kayu Manis
Penyangraian merupakan proses yang tergantung waktu dan temperatur, dimana senyawa-senyawa kimia di dalam bahan (kayu manis) akan berubah dengan hilangnya massa kering bahan. Tujuan penyangraian adalah untuk mendapatkan kayu manis sangrai yang berwarna coklat kehitaman. Selain itu juga bertujuan untuk merusak sel-sel pada bahan sehingga kandungan (sinamon) terekstrak keluar (Anonim, 2011).
Penyangraian atau roasting biasanya dilakukan pada tekanan atmosfer, sebagai media pemanas biasanya digunakan udara panas atau gas-gas hasil pembakaran. Panas juga diperoleh dengan mengadakan kontak antara kayu manis dengan permukaan metal yang panas. Setelah perlakuan pendahuluan untuk menghilangkan kandungan air. Derajat penyangraian mempengaruhi karakteristik flavor dari ekstrak kayu manis. Derajat  penyangraian secara kualitatif dilihat dari warna kayu manis yang telah disangrai. Misalnya tidak gelap, gelap sedang, dan gelap. Warna kayu manis yang telah disangrai juga mempengaruhi persen loss dari bahan-bahan dalam kayu manis, tidak gelap sekitar 3-5 % loss, gelap sedang sekitar 5-8 % loss, dan gelap sekitar 8-14 % loss. Hal ini jelas menunjukkan bahwa komposisi senyawa kimia dalam kayu manis yaitu volatil dipengaruhi oleh derajat penyangraian. Sel-sel kayu manis rusak selama penyangraian, sehingga kandungan-kandungannya termasuk minyak atsiri yang memiliki peranan sebagai anti mikroba terekstrak keluar. Tingkat kerusakan ini berbanding lurus dengan derajat penyangraian yang meliputi suhu dan waktu.(Joko, 2009)
Waktu penyangraian sekitar 5 menit, untuk mengetahui pengaruh penyangraian terhadap uji sensoris dan uji mutu fungsional. Perubahan sifat fisik kimia yang terjadi selama proses penyangraian adalah swelling, penguapan air, pembentukan senyawa volatil yang memberikan sifat aroma dan flavor, karamelisasi, pengurangan serat kasar, pembentukan gas karbohidrat sebagai hasil oksidasi, dan pembentukan aroma yang spesifik pada kayu manis. Selama penyangraian, swelling disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri dari karbondioksida yang kemudian mengisi ruang dalam sel atau pori-pori.
Penyangraian itu sendiri bertujuan untuk mengembangkan rasa dari kayu manis karena adanya kandungan minyak esensial sebesar 0,5-1%. Komponen kimia dari minyak esensial tersebut termasuk etil sinamat, eugenol, sinnamaldehid, ß-caryophyllene, linalool, dan metil kavikol (Duke, 2005).
Penyangraian kayu manis mengakibatkan terjadinya perubahan fisik pada kayu manis, yaitu penurunan kadar air yang lebih cepat, peningkata kerapuhan dan mempercepat perubahan warna kegelapan.

Uji Fisik dan Uji Sensori Kayu Manis

Kayu manis umumnya mempunyai kualitas sensoris yang sangat beraroma, manis, enak, hangat tapi agak pahit atau astringen dan warnanya coklat kehitamant. Pada pengujian karakteristik fisik dan sensori kayu manis ini dilakukan tiga perlakuan, yaitu  kayu manis segar, penyangraian dan blanching. Adapun data hasil pengamatan percobaan dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

 

Tabel 1. Pengamatan Derajat Warna Dengan Colour Reader Pada Kayu Manis


L

a

b
Rata - rata
L
a
b
KAYU MANIS SEGAR
21,3
+ 5,4
+ 21,0
21, 13
+ 5,56 
+ 22,3 
21,2
+ 5,7
+ 23,3
21,0
+ 5,
+ 22,6
KAYU MANIS SANGRAI
20,8
+ 3,8
+ 25,6
 21,46
+ 4,9 
+ 24,16 
21,9
+5,9
+ 24,6
21,7
+ 5,2
+ 22,3
KAYU MANIS BLANCHING
21,1
+5,8
+ 23,5
21,7 
+ 7,3 
+ 22,86 
21,3
+8,3
+ 20,8
22,7
+ 8,0
+ 24,3
Dari data di atas didapatkan warna pada kayu manis segar memiliki rata-rata kecerahan 21,13; pada kayu manis roasting 21,46;  pada kayu manis blanching 21,7. Pada kecerahan terbaik adalah pada kayu manis roasting. Ini di karenakan kandungan volatile dan zat warna keluar pada saat penyangraian. Sedangkan warna yang paling gelap adalah wara pada kayu manis yang di blanching. Ini di karenakan terjadi proses masukya air pada bahan sehingga komponen yang terdapat pada kayu manis seperti pigmen larut dalam air (Ade, 2011).
Tabel 2. Pengamatan tingkat warna, rasa dan aroma terhadap uji sensoris kayu manis
Parameter
Parameter
Rata-rata
1
2
Warna
2,27 (Blanching)
2,1 (Blanching)
2,185
Rasa
2,27 (Blanching)
2,3
(Segar)
2,285
Aroma
2,55
(Segar)
2,3
(Segar)
2,425








Dapat dilihat bahwa perbandingan perlakuan blanching berpengaruh terhadap uji sensori yang dapat mempengaruhi tingkat warna kayu manis paling tinggi yaitu 2,27 ≈ 2 yang berarti sedang. Hal ini dikarenakan  pada proses blanching steam yang dihasilkan masuk ke dalam dan merusak sel-sel bahan, serta melerutkan pigmen pada bahan sehingga ketika diekstrak air yang sudah masuk kedalamnya membantu proses ekstraksi. Pada akhirnya banyak pigmen bahan yang terekstrak.
Pada uji sensori rasa dan aroma kayu manis nilai paling tinggi terdapat pada segar yang berarti rasanya sedang dan aromanya menyengat. Hal ini dikarenakan pada proses segar tidak seperti proses blanching dan sangrai yang mengakibatkan kandungan volatilenya hilang. Sehingga saat perebusan komponen volatilnya larut dalam air. Untuk pengaruh aroma dan rasa ini tergantung dari adanya senyawa volatil yang masih terdapat dalam kayu manis setelah diberikan perlakuan. Sedangkan untuk hasil uji kayu manis dengan perlakuan disangrai masih kalah nampak dengan perlakuan blanching maupun kayu manis segar. Hal ini dikarenakan pada waktu penyangraian waktu yang digunakan relatif singkat atau faktor suhu yang diberikan sehingga mempengaruhi warna serta rasa dari kayu manis. Sedangkan  rata-rata warna kayu manis yang disangrai tidak segelap warna rata-rata kayu manis yang diblanching. Hal ini juga dimungkinkan karena pada proses pemendaman pada air, ekstrak kayu manis yang diblanching lebih banyak, atau juga bisa diduga dari endapan ekstra kayu blanching manis ikut larut dalam air, sehingga mempengaruhi kepekatan warnanya.
Nilai Fungsional Kayu Manis (antimikroba)
Kayu manis yang terdiri dari minyak cinnamon, eugenol dan cinnaldehide, memiliki daya bunuh terhadap mikroorganisme (Elistina, M. D. 2005).
Tabel3. Diameter zona bening yang terbentuk pada media mengandung kayu manis sangrai, blancing, dan segar.
Perlakuan
Bakteri Uji
Ulangan
Rata – rata Ulangan
Rata – rata perlakuan
RSD
UA
UB
Segar
Salmonella Typhimurium

2,005
1,650
1,827
1,722
0,095
1,840
1,555
1,697
1,485
1,800
1,642
Bacillus substilis
1,360
1,715
1,537
1,823
0,331
1,800
1,690
1,745
2,400
1,975
2,187
Blancing
Salmonella Typhimurium

2,175
2,025
2,100
1,858
0,218
1,775
1,825
1,800
1,725
1,625
1,675
Bacillus substilis
1,175
1,400
1,287
1,308

0,025

1,250
1,350
1,300
1,425
1,250
1,337
Sangrai
Salmonella Typhimurium

2,225
2,575
2,400
2,594
0,272
2,920
2,890
2,905
2,660
2,295
2,477
Bacillus substilis
2,120
1,890
2,005
2,424
0,546
3,135
2,950
3,042
2,185
2,270
2,227
Ket :
            Salmonella Typhimurium        : gram -
            Bacillus substilis                      : gram +
Dari data tersebut didapatkan bahwa rata – rata-rata diameter zona bening pada petridish dengan kayu manis perlakuan segar yang berisi bakteri Bacillus substilis (1,823 cm) lebih besar daripada petridis yang berisi Salmonella Typhimurium (1,722cm). Hal ini menunjukkan bahwa efek  penghambatan senyawa antimikroba pada kayu manis (senyawa cinnamon) lebih efektif terhadap bakteri Gram positif (Bacillus substilis) daripada dengan bakteri Gram negatif (Salmonella Typhimurium). Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Pada bakteri Gram positif 90 persen, dinding selnya terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat, sedangkan bakteri Gram negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20 persen  peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein.
            Sedangkan pada petridis dengan perlakuan blancing dan sangrai rata-rata zona bening yang berisi bakteri Salmonella Typhimurium (1,858 dan 2,594) lebih besar daripada berisi Bacillus substilis (1,208 dan 2,424). Hal ini disebabkan karena dengan perlakuan tersebut sel-sel pada kayu manis mengembang kemudian pecah, sehingga terjadi proses ekstraksi. Dimana pada kayu manis terdapat kandungan minyak atsiri yang sangat peka dalam menghambat bakteri salmonella Typhimurium (Ririn, 2009).
Pada perlakuan sangrai, diameter zona bening (2,594dan 2,424) lebih besar dibandingkan dengan perlakuan blancing (1,858 dan 1,208). Hal ini terjadi karena perlakuan sangrai lebih efektif merusak sel-sel pada kayu manis daripada perlakuan blancing. Karena pada proses sangrai tidak menggunakan media penghantar panas, sehingga terjadi kontak langsung panas dengan kayu manis. 

Gambar 1. Diagram Rata-rata diameter zona bening pada setiap perlakuan.
Pada proses blancing didapat rata-rata paling rendah untuk petridis yang berisi bakteri Bacillus substilis. Hal ini kemungkinan terjadi karena cinnamon yang berfungsi sebagai antimikroba larut dengan air akibat dari stem yang dihasilkan proses blancing, dan untuk minyak atsiri yang terekstrak karena kerusakan pada sel-sel bahan akibat proses blancing kurang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. 

KESIMPULAN
Pengujian dengan tiga perlakuan yang berbeda yaitu segar, blanching dan roasting mempengaruhi rasa, warna, dan aroma kayu manis. Hasil uji sensori menunjukkan bahwa warna yang paling baik yaitu pada roasting, sedangkan pada rasa dan aroma yang paling baik yaitu kayu manis segar.
Kayu manis dengan perlakuan roasting sangat peka untuk menghambat pertumbuhan salmonella Typhimurium karena terdapat kandungan minyak atsiri didalamnya. Hal ini terbukti pada perlakuan roasting diameter zona bening paling besar karena keefektifannya dalam merusak sel-sel pada kayu manis.

DAFTAR PUSTAKA
Ade, 2011: Jurnal: Studi Pembuatan Minuman Ringan Berkarbonasi Dari Ekstrak Kulit Kayu Manis-Madu
Duke, 2005. Kandungan Kimia Cinnamomum b
Elistina, M. D. 2005, Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Kayu Manis.
Hembing. 2003. Kayu Manis dan Manfaatnya. (online) (http/: www.Obattradisional.com/obat/kayu/manis_journal php.pdf diakses pada tanggal 21 Oktober 2012
Joko, 2009: Jurnal: Pengaruh Suhu dan Lama Penyangraian Terhadap Sifat Fisik Mekanis Biji Kopi Robusta
Ririn, Widyastuti, 2009. Efek Antimikroba Ekstarak Kayu Manis (Cinnamomun burmanni) terhadap Salmonella typhi. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang.
Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Institut Teknologi Bandung.








Lampiran:












Right Arrow: perlakuan sangrai yang berisi bakteri Salmonella Typhimurium




Right Arrow: perlakuan sangrai yang berisi bakteri Bacillus substilis

 
















Dipotong kecil-kecil.